Minggu, 25 Januari 2009

SkiZOFRENIA

Salah satu jenis gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia.

Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial suatu masyarakat maka semakin besar pula stresor psikososialnya, yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampun mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan jiwa skizofrenia.

Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik perhatian pada konfrensi tahunan "The American Psychiatric Association/APA' di Miami, Florida, Amerika Serikat. Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalence rates) mencapai 1/100 penduduk.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas dan dirinya sendiri. Gejalanya, dibagi dua yaitu negatif dan positif.

Yang termasuk gejala positif adalah :
  • Delusi, yaitu suatu keyakinan yang tak rasional (tidak masuk akal) tapi diyakini kebenarannya,
  • kekacauan alam pikirannya,
  • Halusinasi, yaitu pengalaman pancaindra tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya mendengar suara-suara/bisikan-bisikan padahal tak ada sumber dari suara/bisikan itu,
  • Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan,
  • Merasa diri "orang besar", merasa serba mampu,
  • Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya,
  • Menyimpan rasa permusuhan,
Yang termasuk gejala negatif, adalah :
  • Alam perasaannya (affect) yang "tumpul" dan "mendatar", dan ini terlihat dari wajahnya yang tak menunjukan ekspresi,
  • Menarik diri atau mengasingkan diri, tak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun,
  • Sangat sedikit kontak emosional, sukar diajak bicara (pendiam),
  • Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial,
  • Kesulitan dalam berpikir abstrak,
  • Tidak ada upaya dan usaha, tidak ada dorongan kehendak/inisiatif, tak ada spontanitas, monoton, serta tak ingin apa-apa, dan
  • Pola pikir stereotip.
Dari pengalaman praktek beberapa psikiater, tampak gejala positif skizofrenia baru muncul pada episode akut. sedangkan pada stadium kronis gejala negatifnya lebih menonjol. Tapi tidak jarang kedua gejala tersebut saling berbaur, tergantung pada stadium penyakitnya.

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir, antara lain :
  1. Faktor genetika
  2. Virus
  3. Auto antibody
  4. Malnutrisi
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul misalnya karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.

Penelitian terakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor.

Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul bila terjadi interaksi genetika dengan :
  • Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat mengganggu perkembangan otak janin,
  • Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan,
  • Komplikasi kandungan, dan
  • Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya maka resikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.

Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada susunan saraf (otak) pasien skizofrenia?

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan prilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis.

Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).

Dengan mengetahui psikopatologi dan patofisiologinya, para ahli telah menemukan obat anti skizofrenia yang berkhasiat memperbaiki sistem neurotransmiter di otak tersebut.

Obat itu mampu menghilangkan gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia, atau dengan kata lain pasien skizofrenia dapat disebuhkan.

Penelitian di bidang obat-obatan khususnya untuk skizofrenia dalam dua dekade terakhir, sungguh menggembirakan. beberapa tahun terakhir ini telah diperkenalkan obat anti skizofrenia generasi baru.

Obat-obat generasi lama (disebut sebagai anti psikotik tradisional) mempunyai banyak keterbatasan sehingga para ahli mencari rumus baru untuk memperbaikinya.

Obat anti skizofrenia generasi baru dibuat untuk menghilangkan gejala positif dan negatif di atas, disamping efek sampingnya dibikin sekecil mungkin, bahkan kalau bisa tanpa efek samping.

Obat anti psikotik generasi baru, misalnya clozapine dan risperidone ( turunan dari benzisoxazole).

Risperidone sudah terdaftar dan beredar di Indonesia dengan indikasi utama bagi pengobatan skizofrenia. Dari penelitian elozapine tidak menunjukan respons yang memuaskan bagi pasien skizofrenia. Selain itu masih ada efek samping yang tidak dikehendaki.

Karena itu kini harapannya tertumpu pada risperidone. Ini karena risperidone mempunyai beberapa kelebihan, antara lain :
  1. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat
  2. Kecil atau tidak ada efek samping ekstrapiramidal (perkinsonism)
  3. Baik gejala positif maupun gejala negatif skizofrenia cepat hilang
  4. Memperbaiki fungsi kognitif (berpikir)
Pengobatan terhadap skizofrenia tentu saja tidak semata-mata dengan obat sebagaimana diutarakan di muka. Tapi juga disertai terapi lain, misalnya psikoterapi, psikoreligius terapi, terapi kognitif dan upaya-upaya rehabilitasi lainnya.

Sehingga pasien dapat kembali hidup secara wajar, baik itu di rumah, tempat kerja, dan di lingkungan sosial masyarakat.


Tidak ada komentar: