Minggu, 25 Januari 2009

PARANOID

Sejumlah orang ternama dan artis diduga menderita paranoid.
Dan bukan mustahil, merekapun ada di sekitar kita.


Didi, seorang insinyur berusia 43 tahun, ayah dua anak, dikenal sangat cemerlang di kantor, bahkan menjadi andalan untuk proyek-proyek besar.

Dalam pergaulan sosialnya pun normal-normal saja. Namun, jika sudah berpikir tentang istrinya, perilakunya mulai ganjil.

Pria ini selalu curiga bahwa istrinya diam-diam main serong dengan laki-laki lain di belakang punggungnya dan bertujuan menguras kekayaannya.

Untuk itu, kadang-kadang pada jam makan siang, ia menyempatkan diri keluar kantor, naik taxi dan memata-matai rumahnya sendiri dari dalam taxi. Dengan itu, ia berharap bisa memergoki istrinya bersama laki-laki lain.

Dan tidak hanya itu, Didi pun bahkan diam-diam memasang alat penyadap telepon dari salah satu kamar, untuk mengetahui dengan siapa istrinya berbicara.

Prilaku Didi disebut ganjil karena ia membangun khayalan buruk tentang istrinya dengan tak berdasar sama sekali. Didi, diduga menderita paranoid.

Penderita paranoid pada umumnya memang memiliki delusi (khayalan) dan perasaan curiga yang luar biasa. Ada ahli yang membedakan paranoid secara garis besar ke dalam dua golongan, yakni paranoid dan paranoia.

seseorang disebut menderita paranoid jika ia memperlihatkan kekacauan dalam proses berpikirnya serta menampakan bentuk-bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang ekstrem, namun mereka tidak memperlihatkan kepribadian ganjil dan memburuk seperti nampak pada mereka yang umumnya disebut gila.

Bahkan Adolf Hitler, yang diketahui sanggup mengambil keputusan mengerikan dengan menghabiskan nyawa jutaan manusia itu tidak dianggap sungguh-sungguh gila oleh para pakar perilaku, melainkan sekadar menderita gangguan kepribadian (paranoid personality disorder). Tapi ada juga yang menyebutnya menderita paranoid skizofrenia.

Adapun penderita paranoia umumnya memiliki khayalan yang logis dan sistematis. Penderita paranoia biasanya merasionalisasi dirinya dengan pikiran dan keyakinan bahwa siapa saja yang berlawanan atau berbeda pandangan dengan dirinya adalah salah.

Selebihnya, mereka tidak memperlihatkan tanda-tanda ketidaknormalan jiwa. Mereka bahkan bisa berinteraksi secara normal terhadap setiap tanggapan atas aktivitasnya yang berada di wilayah khayalan itu.

Paranoia sendiri ada bermacam-macam jenisnya. Ada yang disebut persecutory paranoia. Penderita jenis ini konon terbanyak dibandingkan paranoia jenis lain. Penderita paranoia jenis ini ditandai dengan khayalan tentang akan adanya penyiksaan atau penganiayaan terhadap dirinya.

Mereka merasa yakin betul bahwa seseorang atau suatu kelompok sedang atau selalu memusuhinya dan merencanakan akan mengganggu dan merusak hidupnya. Diduga banyak pemimpin negara dan artis ternama yang menderita gejala persecutory paranoia ini.

Sehingga banyak tindakan yang kemudian mereka ambil mengarah pada upaya melindungi diri sendiri secara berlebihan. Mereka jadi sedemikian gampang curiga kepada orang yang tidak berada dekat dengannya.

Jenis paranoia lain adalah grandiose paranoia, yaitu penderitanya yakin bahwa mereka dikaruniai kemampuan dan kekuasaan luar biasa. Biasanya penderita paranoia jenis ini memanifestasikan dirinya sebagai seorang pemimpin pembaharu, pemimpin agama, dan pencipta yang sederhana.

Penderita paranoia jenis ini selalu merasa dirinya sebagai nyaris maha kuasa, paling hebat, paling menentukan, paling agung dan sejenisnya.

Contoh jelas penderita grandiose paranoia ini adalah Jim Jones (dia juga sekaligus menjadi contoh shared paranoid versi ahli lainnya), pemimpin spritual AS yang pada bulan november 1978 mengajak sekitar 900 orang pengikutnya untuk terlibat dalam upaya bunuh diri massal dengan minum racun kimia.

Kata-kata bahwa Tuhan selalu berada di pihaknya dan Tuhan selalu mendukung segala rencana yang dibuatnya seringkali muncul dari penderita grandiose paranoia ini.

Jenis paranoia lain adalah jealous paranoia, yang secara sederhana dapat dikatakan penderita memiliki rasa iri hati yang sedemikian hebat kepada orang lain. Biasanya penderita menangkap perilaku dan sikap tertentu dari orang lain dan kemudian menghubungkannya dengan ketidaksetiaan pasangannya atau orang yang berada di dekatnya.

Misalnya jika suami membeli parfum baru, bagi istri yang menderita paranoia, itu berarti suaminya telah menyeleweng.

Atau bila istri terlambat pulang kerja, bagi suami yang mengalami paranoia berarti istrinya nyeleweng dengan bosnya. Kasus Didi di atas adalah contoh yang jelas tentang jealous paranoia.

Ada lagi yang disebut erotic paranoia, yaitu penderita memiliki kayakinan keliru, semua orang dianggapnya selalu cinta kepadanya. Misalnya semua orang dianggapnya selalu cinta kepadanya.

Misalnya seorang teman baik memberikan senyum manis atau sentuhan persahabatan, oleh penderita paranoia akan diartikan sebagai tanda bahwa teman tersebut telah jatuh cinta padanya. Mungkin setelah itu ia akan mulai mengirimkan bingkisan dan berbagai hadiah.

Dan jika tanggapannya biasa-biasa saja, ia akan berpikir bahwa itu adalah ujian bagi sebuah cinta. Cukup banyak pria maupun wanita yang menderita erotic paranoia ini.

Yang menjadi pertanyaan mengapa seseorang bisa menderita paranoid?

Sejumlah pakar prilaku melihat kelainan jiwa ini dipupuk penderitanya semenjak kanak-kanak. Ada situasi yang menyebabkan mereka merasa demikian frustasi mengalami konflik emosi sehingga muncul perasaan luar biasa gelisah dan tidak aman.

Misalnya suasana rumah dirasakan sedemikian kaku dan otoritarian. Penyebab umumnya biasanya orang tua yang terlalu dominan atau kritis, sehingga anak merasa selalu ditolak dan merasa tidak aman.

Jika kita mawas diri, sesungguhnya banyak orang tua yang perilakunya menyebabkan trauma pada anak-anaknya. Misalnya menerapkan disiplin yang sedemikian kaku, seringkali membuat anak merasa dipermalukan, selalu menuntut anak berbuat sempurna secara kelewatan dan perlakuan kejam lain.

Penyebab lain paranoia adalah tak adanya rasa percaya terhadap orang lain. Ketidaksanggupan mempercayai orang lain ini muncul karena seringkali ia tidak mendapatkan umpan balik yang positif dalam pengalaman hubungan interpersonalnya, juga tidak ada ikatan emosional yang berarti.

Akibatnya, anak menjadi ekslusif dan hanya memiliki sedikit teman yang dapat dipercayainya. Tapi ketika dewasa, ia akan memiliki rasa percaya diri yang luar biasa (over convidence), self-assertve, suka mengkritik dan agresif.

Seseorang ada kalanya menderita paranoid juga karena selalu merasa gelisah dan marah pada keadaan, sehingga di matanya orang lain selalu menjadi sumber masalah baginya.

Sebaliknya karena sikapnya yang kemudian menjadi selalu curiga dan berjarak kepada orang lain, orang lainpun lebih suka menghindarinya dan menjadikannya bahan ejekan. Keadaan ini menjadi input balik lagi dan pada gilirannya persepsi yang salahpun semakin terbentuk.

Perasaan bersalah ada kalanya juga mendorong seseorang menjadi paranoid. Umumnya tindakan seseorang yang dirasakan sendiri terlalu jauh melampaui batas normal, etik dan moral dan ia merasa layak menerima hukuman.

Tapi pada gilirannya ia mulai berpikir bahwa hukuman itu memang sengaja direncanakan oleh orang-orang di sekelilingnya.

Dari sini kita akhirnya pun tahu, ternyata tidak gampang menjadi orang tua. Karena seringkali tanpa sadar, perilaku, sikap maupun kata-kata orang tua berdampak buruk terhadap perkembangan anak-anak.




Tidak ada komentar: